Halaman

Sabtu, 21 Desember 2013

Fakta Tentang Rokok di Indonesia: Banyak Ibu yang Merokok

http://www.kaskus.co.id/thread/5275e9e63ecb17e76f000000

Semua dokter di muka bumi sepakat, rokok tak baik (baca: buruk) untuk kesehatan. Akibat buruk yang yang ditimbulkan oleh asap rokok juga telah tertera dengan julus pada bungkus rokok. Akibat buruk itu, antara lain, adalah meyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin. Sayangnya, meski buruk untuk kesehatan, jumlah perokok di negeri ini masih sangat tinggi.

Hasil Global Adult Tabacco Survey (GATS) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2011 menyebutkan, sekitar 59,9 juta atau sekitar 34,8 persen penduduk dewasa (berumur di atas 15 tahun) Indonesia adalah pengguna tembakau untuk merokok (selanjutnya disebut perokok).

Jumlah perokok dipastikan bakal lebih besar lagi bila cakupan umur diperluas hingga mencakup penduduk yang belum dewasa atau di bawah 15 tahun. Faktanya, dalam kehidupan sehari-hari tidak sulit bagi kita untuk menjumpai anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP), bahkan usia Sekolah Dasar, yang mengisap rokok.
Celakanya, 2,3 juta perokok di Indonesia adalah perempuan. Sekitar 1,6 juta perempuan dewasa bahkan terbiasa merokok setiap hari (daily smokers). Secara rata-rata, mereka menghabiskan sekitar 6 batang rokok per hari. Prevelensi merokok juga sangat tinggi pada kelompok usia muda. Faktanya, sekitar 25,2 persen perokok berada pada kelompok usia 15-24 tahun.

Terkait bahaya yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok, fakta ini tentu saja merupakan ancaman bagi Indonesia di masa datang, tidak hanya dari segi kesahatan, tetapi juga ekonomi. Biaya kesehatan yang dikeluarkan untuk berbagai penyakit yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok akan menggerus Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, Indonesia juga terancam kehilangan generasi usia produktif yang berkualitas (sehat) yang sangat penting untuk mamacu akselerasi pertumbuhan ekonomi.

Yang juga tak kalah miris adalah fakta bahwa prevelensi merekok lebih banyak dijumpai di desa ketimbang di kota. Faktanya, sekitar 37,7 persen penduduk pedesaan adalah perokok. Tidak membikin heran bila kemudian rokok mendapat posisi penting dalam pola konsumsi penduduk pedesaan yang sebagian besar bergulat dengan kemiskinan. Secara faktual, 63 persen penduduk miskin tinggal di desa.

Mirisnya, meski hidup serba kekurangan, konsumsi rokok oleh penduduk miskin cukup tinggi, menempati posisi ke-2 setelah beras. Padahal, uang yang dikeluarkan untuk membeli rokok tidaklah sedikit. Hasil GATS menunjukkan, uang yang dihabiskan untuk membelik rokok kretek saja rata-rata sudah mencapai Rp369.948 per bulan. Bayangkan, bila uang ini digunakan untuk keperluan pendidikan atau kesehatan, tentu lebih bermanfaat.

Itulah sejumlah fakta menarik mengenai rokok di Indonesia. Untuk menyikapi hal ini, pemerintah hendaknya melakukan upaya-upaya berikut:  memperketat aturan hukum dan regulasi mengenai rokok; kampanye anti rokok harus lebih gencar lagi; cakupan kawasan bebas rokok juga harus diperluas dan aturan sanksi dalam soal ini juga harus dijalankan, jangan hanya garang di atas kertas. (*)
 Sumber : Kadir Ruslan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar